Hari ini, aku bangun sangat pagi. Karena, hari ini aku berjanji akan berenang bersama temanku, Fiqa. Oh iya! namaku, Meyshi. Kemarin, aku berangkat dari Jakarta-Bandung, untuk field tripku di sekolah. Hari ini, aku baru saja bangun. Aku pun, keluar dari kamar hotelku dan menuju ke balkon. Kulihat ada Fiqa disana,
"lagi galau ya?" godaku.
"apaaan sih! aku cuma mau nyegerin mata.." katanya.
"owh..."
"eh, liat deh anak-anak pada mau kemana tuh?" katanya lagi.
"oh iya! mau kemana tuh? EH.. ILHAM, KINTAN, FARREL, DELIA! PADA MAU KEMANA SIH?" tanyaku, sambil berteriak
"mbak..mbak.. kalo ngomong, gak usah pake toa!" kata Fiqa sambil merenggut
"KITA MAU KE AIR TERJUN! BARENG ANAK-ANAK YANG LAIN. KALIAN MAU IKUT NGGAK?" tanya Farrel berteriak pula.
"MAU..MAU!" kataku kegirangan.
"Mey, dibilangin. kalo mau ngomong pelan-pelan aja! mereka nggak budek kali!" kata Fiqa, sambil terus merenggut.
"hehehe.. maaf deh. Abisnya, mereka pada di bawah. Nanti gak kedengeran" kataku sambil tersenyum.
"yaudah deh. ayo kita bersih-bersih!" ajak Fiqa. Aku pumn menganggukan kepala.
Setelah kami bersih-bersih alias mandi, kita menuju ke bawah. Disana sudah banyak anak-anak yang lain. Aku dan Fiqa, berlri menuju Farrel, Kintan, Delia, dan Ilham.
"kalian bawa uang?" kata Delia.
"pastinya.." kata kami kompak.
"soalnya, kata Pak Mizan, kita beli bekalnya disana aja"
"siip.. kamu?" kata Fiqa.
"selalu.." katanya.
Kami, beserta anak-anak yang lain pun berangkat menuju air terjun. Tetapi, perjalanan yang menyenangkan bersama para sahabatku, membuat lebih seru! tidak terasa, kami sampai. Subhanallah... Indah sekali ciptaanmu ini Ya Allah pujiku dalam hati. Saking mengaguminya, sampai-sampai aku ditinggal. Mereka sudah pada asyik bermain air di sekitar air terjun!
Karena penasaran, aku berlari ke tempat mereka. Saat aku memasukkan kakiku ke dalam air, Bbrrrrr... dingin sekali! Tapi, aku harus menyusul mereka. Dengan menahan dingin, akhirnya aku sampai di dekat turunnya air terjun itu.
"kalian nggak kedinginan apa???" kataku gemeteran. Padahal, hanya kakiku yang di dalam air.
"ngapain.. kaalu udah terbiasa, pasti gak bakalan kedinginan lagi deh!"kat Ilham.
"kamu sih, gak terbiasa mandi air dingin! mandi, apa-apa air hangat. Bilangnya, takut sakit lah, gak bersih lah, apa lah. Manja tau gak!" kata Delia. Aku hanya tertunduk malu. memang benar! AKU ANAK YANG MANJA! Tapi, aku tak bisa merubah sikapku. Karena hidupku yang penuh kemewahan, penuh kebahagiaan, apalagi aku anak tunggal. Pastilah, orang tuaku mau melakukan apapun demi aku.
"sudah.. sudah.. mending kita kesana. Refreshing otak!" kata Farrel.
"ayo!!!" kata yang lainya, kecuali aku.
Aku takut. Tapi, aku pasti bisa! aku harus mau mencoba. Kumelangkahkan kakiku lagi, dan sambailah aku tepat di bawah runtuhan air yang jatuh. Teman-temanku heran, mereka yang tadinya sedang berdiri tenang di bawah air itu. Tiba-tiba menoleh ke arahku. Aku tak mementingkan mereka, yang penting aku Bisa! aku melakukan persis seperti yang mereka lakukan. Awalnya dingin sekali, tapi lama-lama jadi terbiasa. Teman-teman tersenyum padaku. Mereka pun kembali seperti semula.
Setelah kami bermain air, aku mengeringkan pakaianku sejenak, di atas batu yang besar di pinggir sungai. Tiba-tiba, ada seorang anak kecil yang menuju ke arahku. Dia membawa sebuah baskom yang diapitkan diantara tangannya, dan pinggang.
"mau beli bakwannya kak?" katanya.
"bakwan? apa itu?" tanyaku. Aku memang tidak pernah memakan yang namanya BAKWAN!
"bakwan itu, terbuat dari sayur-sayuran. Seperti wortel, kol, dan daun seledri. Lalu, dicampur dengan adonan tepung dan air. Setelah itu, digoreng. Enak lho kak!" jelasnya.
"boleh kakak coba satu? kakak sedang lapar.."
"boleh, boleh" kata anak itu.
Aku mengambil satu. Kumakan Bakwan itu sepotong demi sepotong. Entah karena lezat! atau aku sedang lapar. Aku menghabiskan 5 bakwan. Anak itu hanya tersenyum.
"gimana rasanya kak?"
"nyam.. nyam... perfect! nyam.. nyam.."
"hehehe.. terima kasih"
"oh iya! berapa harganya?"
"satu bakwan, Rp. 500. Jadi, kalau 5 bakwan.."
"berapa hayo???" kataku, untuk mengetes.
"aku tahu! Rp. 500 x 5. Jadinya, Rp. 2.500. iya kan kak?"
"betul.. Kamu hebat!"
Aku memberikan selembar, uang kertas lima ribuan. "Belum ada kembaliannya kak," kata anak kecil itu. "buat kamu aja, semua. Aku ikhlas.."
"benarkah? terima kasih banyak ya kak," kata anak kecil itu.
"sama-sama. Oh iya, namamu siapa?"
"namaku Alya, kak"
"nama kakak, Meyshi" kataku, sambil menjulurkan tangan. Alya membalas uluran tanganku.
"kenapa sih, kamu jadi penjual bakwan? kamu kan, masih sangat kecil.."
"mm.. Aku anak yatim kak. Ayahku, sudah meninggal. Sejak usiaku menginjak 3 tahun, karena kecelakaan" ujar Alya sedih
"maaf yah, kakak jadi membuat kamu menangis. Beneran deh, kakak nggak bermaksud"
"gak apa-apa kok kak"
"boleh gak, kakak nanya lagi?"
"boleh"
"terus, ibu kamu. Kerjanya apa?"
"ibu, bekerja sebagai penjual kue di pasar"
"owh.. Yang tabah ya dek, ini adalah cobaan untuk keluarga kamu"
"iya. makasih ya kak" kata Alya. Aku pun tersenyum.
"aku, mau melanjutkan jualan dulu ya kak. Kalau Allah mengizinkan, aku ingin.. ketemu kakak lagi''
"kakak juga ingin. Semoga aja ya dek,"
"Amin. Assalamu'alaikum kak"
"Wa'alaikum salam"
Tak terasa, matahari yang bersinar terik. Membuat pakaianku yang tadinya basah, jadi kering. Dan peruku, sudah terisi makanan. Aku, dan yang lainnya. Segera kembali ke hotel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar